Wednesday, January 18, 2023

Bagaimana persiapan perusahaan tambang menuju Net Zero Emission 2060?

 

Indonesia mengusung misi dan mimpi besar dalam mewujudkan sustainability dalam pembangunan nasional, yaitu meraih net zero emission pada 2060. Komitmen ini dibahas dan diketok pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali yang berakhir 16 November 2022 lalu. Karena itu, ke depan semua pihak, baik perusahaan pemerintah maupun swasta di semua sektor usaha, sama-sama bergerak dalam derap langkah dan irama yang sama menuju satu titik itu, net zero emission.

Perusahaan-perusahaan pertambangan, termasuk tambang batu bara, tidak terkecuali. Bahkan mereka sudah harus bersiap diri dari sekarang menuju net zero emission itu. Padahal, selama ini, perusahaan-perusahaan pertambangan adalah sektor yang ikut menyumbang emisi gas rumah kaca cukup besar.  

Dalam diskusi bertajuk “Digitalisasi sebagai Solusi untuk Mencapai Sustainability” yang digelar SAP di kantor mereka di bilangan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (24/11), sejumlah perusahaan pertambangan mengaku sudah mengambil ancang-ancang menuju cita-cita besar nan ambisius net zero emission pada 2060. 

Rusdi Husin, HSE & Risk Management Division Head Adaro Energy Indonesia yang tampil sebagai salah satu pembicara dalam diskusi itu, misalnya mengaku, PT Adaro Energy sudah punya cetak biru menuju komitmen yang sudah dicanangkan pemerintah Indonesia itu. “Angka-angkanya sudah ada. Target waktunya juga sudah, tetapi kami tidak bisa declare sekarang,” katanya.

Lebih jauh dia menjelaskan, sebagai perusahaan dengan tulang punggung usaha pertambangan batu bara, Adaro tidak mungkin akan langsung meninggalkan bisnis utama ini. Justru, mereka akan tetap menjalankan bisnis utama itu seefisien mungkin untuk mempersiapkan infrastruktur green energy menuju net zero emission itu.

Sebab, menurut Rusdi, biaya untuk menciptakan green energy tidaklah sedikit. Butuh investasi yang amat sangat besar. Karena itu, selama batubara masih dibutuhkan, maka mereka tetap mengoptimalkan komoditas itu untuk nanti bisa menghasilkan power plant yang tidak lagi bersumber pada bahan bakar fosil. “Kita tidak bisa langsung men-shut down apa yang sudah kita jalani saat ini karena kita akan sangat suffer,” ujarnya lagi.

Dalam perjalanan menuju green energy itu, Adaro Energy sendiri akan pelan-pelan beralih ke energi baru terbarukan yang bersumber pada panas bumi, matahari, angin, dan air. Bila ini semua sudah siap, maka mereka akan pelan-pelan menyuntik mati power plant berbasis bahan bakar fosil.

Rusdi menyinggung soal kawasan industri di Kalimantan Utara yang dikembangkan Adaro dan menjadi kawasan industri terbesar di dunia dengan power plant akan bersumber pada tenaga air. Selain itu, Adaro juga baru saja memenangkan tender pemerintah untuk menggarap proyek power plant yang bersumber tenaga angin. “Kebetulan tawaran kita lebih murah dari para pesaing yang lain,” katanya dalam paparannya.

Sementara pembicara lainnya, Head of Geological System And Technology PT Petrosea, Alex Aviantara, mengaku sebagai perusahaan pertambangan yang ada di hampir semua pulau di Indonesia dari Sumatera hingga Papua, mereka juga perlahan-lahan bergerak menuju cita-cita bersama yaitu net zero emission pada 2060.

Menurut Alex, sejauh ini yang mereka lakukan, antara lain, dengan menggunakan alat-alat berat untuk sektor pertambangan yang hemat bahan bakar. Karena dengan menghemat bahan bakar, maka emisi yang dihasilkan juga bisa ditekan. Untuk itu, di lokasi-lokasi pertambangan yang ditangani Petrosea, mereka menggunakan truk-truk jumbo kelas 100 ton ke atas.

Penggunaan alat-alat berat berukuran besar seperti ini akan sangat menciptakan efisiensi baik dari sudut penggunaan bahan bakar maupun dalam jumlah muatan. Meski hal-hal ini masih langkah-langkah kecil, kata Alex, tetapi itu adalah bagian dari upaya untuk menjaga bumi.

Sementara untuk jangka panjang, Petrosea tentu saja mendukung semua kebijakan pemerintah mencapai net zero emission pada 2060, lewat berbagai upaya. Hanya saja, Alex tidak menjelaskan secara detail tentang upaya apa saja yang sedang dilakukan perusahaannya menuju net zero emission pada 2026 tersebut.

Adapun Managing Director SAP Indonesia, Andreas Diantoro, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi itu mengungkapkan, perusahaannya – secara global – justru mematok untuk sampai pada net zero emission lebih cepat 30 tahun dari yang dicanangkan pemerintah Indonesia. “SAP sudah mematok bahwa akan mencapai net zero emission pada 2030 atau tinggal delapan tahun lagi,” ucapnya.

Sehubungan dengan itu, SAP terus menggenjot penggunaan teknologi dan proses digitalisasi. “Seharusnya kami di sini tidak menggunakan botol-botol plastik lagi dan tidak akan menggunakan tanda tangan basah lagi. Semua digital,” ujarnya.

Meski sempat meragukan keberanian Pemerintah Indonesia, Andreas yakin sebagian besar perusahaan di Indonesia akan mencapai net zero emission lebih cepat dari yang ditargetkan pemerintah. Kuncinya adalah digitalisasi. Karena itu, SAP siap mendukung berbagai perusahaan dengan software atau perangkat lunak yang mereka miliki untuk mencapai target-target tersebut. #

*. dikutip dari https://www.equipmentindonesia.com/

0 komentar:

Post a Comment